The Outsider - Bagian II : Satu
The Outsider
BAGIAN II : SATU
SYDNEY.S
Bab kali ini menceritakan mengenai situasi Meursault di penjara. Ia disidang karena membunuh orang Arab tersebut dengan 5 perluru. Di dalam pengadilan, Meursault bersikap diam, pasif, dan tertutup. Ia tidak berbicara banyak, maupun menjelaskan banyak. Ketika persidangan, ia diajukan beberapa pertanyaan yang menanyakan alasan dibalik tindakannya. Tetapi, ia seakan-akan tidak tahu mengapa ia melakukannya, ia tampak bingung, dan ia beralasan bahwa pembunuhan yang dilakukan terjadi karena panas matahari. Meursault juga digambarkan sebagai orang yang tenang dalam mengahadapi masalah hukum ini, ia hanya menunjukan dirinya yang sesungguhnya. Melihat sikap Meursault yang dingin tersebut, sang penuntut juga menyebutkan insiden pemakaman ibunya dimana Meursault dikatakan tidak menunjukan emosi berduka sedikit pun. Meursault menanggapinya dengan berkata bahwa ia sangat menyayangi ibunya, tetapi ia emang tidak menyesali, dan merasa lebih nyaman dengan ibunya yang sudah tiada. Lalu, Meursault disarankan untuk percaya kepada Tuhan dan memohon pengampunan darinya. Tetapi, ia menolak karena merasa persoaloan tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan Tuhan.
Dalam bab ini, saya menganalisa bahwa penulis semakin menonjolkan identitas atau sikap Meursault yang seusungguhnya. Ia membunuh seseorang tetapi ia tidak memiliki perasaan apapun, ia anggap membunuh orang Arab tersebut adalah hal yang normal ataupun tidak berarti. Ketika persidangan, ia juga tampak sangat tenang, ia tidak panik dengan keadaanya. Sebagai orang normal, ketika kita melakukan kesalahan fatal hingga dikategorikan ke dalam masalah hukum, saya yakin kita pastinya panik karena kita punya pemikiran bahwa kehidupan di penjara sangatlah menyeramhkan, dan tidak ada dari kita yang ingin dihukum. Di buku ini, penulis tidak menjelaskan banyak mengenai pemikirannya atau perasaannya seperti mengapa ia akhirnya setuju untuk membantu Raymond dalam melakukan kejahatan, atau apa yang ia benar-benar rasakan kepada Marie ketika ia diajak untuk menikah. Dengan hal-hal tersesbut, pembaca mulai diajak untuk memahami lebih dalam lagi mengenai filosofi absurdisme yang dianut oleh sang penulis ini.
Comments
Post a Comment